Kamis, 13 Februari 2014

Quran dan Televisi

Fa alhamaha fujuroha wa taqwaha. Ayat di surat asy-syams tersebut pasti sudah kita hafal betul. Maknanya kurang lebih “maka kami ilhamkan pd manusia jalan kebaikan dan ketaqwaan”. Memang sudah qodratnya hidup manusia yang akan selalu menjumpai dua jalan ini, kebaikan dan keburukan. Tapi, kelanjutan ayat tersebut lah yang membuat kita harus berpikir setiap waktu, mau pilih apa?. Qod aflaha man zakkaha, wa qod khoba man dassaha. Sungguh beruntung orang yang mensucikan diri (baik), dan sungguh merugi orang yang mengotorinya (buruk). So, pilihan ada pada kita, mau jadi orang beruntung apa merugi?. Begitu juga dengan judul di atas, quran dan televisi, seperti hal nya 2 benda dalam ayat tersebut, yang satu membawa pada kebaikan, yang satu lagi keburukan. Walaupun kita tidak bisa lepas sepenuhnya dari televisi, paling tidak kita bisa minimalisir. Begitu juga dengan alquran, jika kita tidak bisa sepanjang waktu bercengkerama dengannya, paling tidak mendominasi aktivitas kita dengan al-quran. Quran dan tv, akan jadi tema kita kali ini. 

Setiap memasuki ramadhan, ada kebiasaan yang tidak pernah lepas dari keluarga kami dan tidak akan kami lupa. Yaitu kebiasaan tentang dua hal seperti judul di atas. Yaitu tentang al-quran dan televisi. Agar pembahasan seru, saya coba kupas yang televisi dahulu. 

Dalam tradisi keluarga kami, bila ramadhan sudah masuk maka televisi harus menghilang dari fungsi dan tempatnya. Hehehe. Artinya, sudah tidak ada lagi kata “nonton tv” entah apapun itu. Tepat setelah selesainya sidang istbat maka televisi sudah tidak bisa diharapkan untuk di tonton di rumah kami. Memang, ini adalah kebiasaan yang sudah dibangun dari dahulu oleh kedua orang tua kami agar selama ramadhan semua anggota keluarga bisa konsentrasi ibadah terutama tilawah alquran dan tidak disibukkan dengan menonton tv. 

Pernah suatu ketika, kalau tidak salah saatu aku masih duduk di bangku SMP, saat masuk bulan ramadhan tiba-tiba tv di ruang keluarga hilang, tidak ada di tempat. Seketika semua anak-anak kaget dan saling tanya “tv kemana ya?”. tapi tidak ada jawaban pasti dari saling tanya tersebut. Hanya saja saling tanya yang tanpa jawaban itu memunculkan kecurigaan dan feeling di masing-masing orang. Feeling tersebut yaitu “kayaknya tv di ambil abi dan umi nih”. Kecurigaan tersebut akhirnya kita pastikan dengan menyuruh adik terkecil untuk pura-pura masuk ke kamar ayah dan ibu sekedar untuk melihat. Dan benar saja, tak lama setelah masuk kamar tersebut si adik pun keluar menuju kamar anak laki-laki yang sedari tadi kami menunggu-nunggu jawaban dari si adik ini. Jawaban si adik “iya, tv nya di kamar umi, di ambil, katanya ga boleh nonton selama puasa”. Yap, ternyata semua kecurigaan tadi berujung pada kepastian bahwa kita tidak boleh menonton tv selama bulan ramadhan. 

Seperti halnya tahun ini, kami pun diperketat tidak bisa menonton tv. Akan tetapi cara dari kedua orang tua kami sudah jauh lebih modern. Kalau dahulu tv nya dibawa masuk ke kamar mereka, kali ini remot “tv kabel” nya di ambil. Sehingga kita tidak bisa menonton tv karena tv tersebut hanya bisa dinyalakan dengan remot tv kabel itu. Jika pun terpaksa menonton dengan antena, itupun tidak jelas karena antena nya sudah tak karuan. Hehehe. 

Jika pun kami ketahuan menonton, langsung ibu menghampiri dan menegur “kok pada nonton? Kan sudah dikasih tau, ga boleh”. Sambil senyam senyum, kami pun terdiam, dan hanya adik kecil yang menjawab “aku kan udah tilawah 3 juz hari ini, padahal targetnya 2 juz”. Dengan jawaban itu mungkin ibu sedikit luluh dan sambil berbalik dia hanya berujar “besok enggak boleh nonton lagi y”. Kami hanya senyam senyum sendiri melihat kelakuan adik kami yang memang dia paling pandai merayu kedua orang tua kami dan memang cara dia merayu juga boleh di acungkan jempol. 

Kami memang memahami alasan tidak diperbolehkannya menonton tv selama bulan ramadhan. Karena masing-masing dari kami sudah punya kesepakatan target ibadah yang harus dicapai selama 1 bulan, dan meyetop tv itu sangat mendukung sekali pencapaian target-target tersebut. Terutama target khatam quran. Untuk masalah quran ini, benar-benar menjadi hal yang paling di konsen kan di keluarga kami, terutama dari ayah. 

Ayah tak pernah main-main jika urusan alquran dan sholat. Untuk masalah sholat wajib, itu sudah tidak ada kompromi, laki-laki harus tepat waktu dan berjamaah dimasjid, tidak bisa tidak. Itu harga mati. Jika ada aktivitas-aktivitas lain, aktivitas tersebut lah yang harus menyesuaikan jadwal sholat. Untuk masalah quran, ini benar-benar sudah di program sejak awal. Dari mulai pembuatan target khatam tiap orang, lalu apresiasi (hadiah) yang akan diberikan jika target tersebut tercapai, juga anjuran membaca terjemahan alquran. 

Tidak main-main nya ayah dalam menjalankan program ini, benar-benar ia tunjukkan dalam aktivitasnya. Jadi, ketika beliau di rumah ya aktivitasnya hanya 3. Kalau tidak tilawah di ruang perpustakaan (ruang keluarga), berarti beliau sholat malam sambil baca quran, jika tidak kedua itu berarti sedang istirahat di kamar. Apalagi urusan sholat qiyamullail, beliau bisa mulai paling awal dan selesai paling akhir. Untuk urusan ini, belum pernah aku lihat orang yang bisa istiqomah seperti beliau. Untuk urusan qiyamullail, akan kita bahas di catatan berikutnya. 

Suasana yang kental dari contoh baik / uswatun hasanah beliau itulah yang membuat suasana ibadah di rumah menjadi kondusif. Sehingga, semua anggota keluarga sepanjang harinya di bulan ramadhan mayoritas di isi dengan tilawah quran. Ibaratnya, quran, quran lagi, quran terus. Dari mulai si kecil sampai yang paling besar. Si kecil saja yang baru mau masuk kelas 1 SMP, sehari nya bisa tilawah hingga 3 juz. Kalau ibu saya, beliau tidak usah ditanya, untuk urusan khatam quran beliau lah yang terbanyak. Hampir setiap 3 hari, bisa selesai. 

Selain memperbanyak tilawah quran, jangan lupakan juga tilawah terjemahannya. Agar perlahan kita bisa memahami isi dan kandungan al-quran yang memang itu sebagai kitab pedoman hidup kita. 

Dari sekelumit cerita tersebut, ada hikmah yang saya tangkap bahwa: 

Semangat beribadah itu sangat tergantung sama lingkungannya. Kalau lingkungan kita kondusif, dalam arti peluang maksiat (terutama tv) ditutup seketat-ketatnya dan peluang ibadah dibuka selebar-selebarnya, apalagi jika semua orang yang kita temui dan kita lihat, mereka sedang beribadah, sedang tilawah quran, maka mau tidak mau kita akan ikut semangat juga. Makanya, bergaul dengan tukang minyak wangi akan ikut wangi juga. Begitulah semangat, akan tertular jika sekitar kita juga semangat. 

Suasana kondusif itu harus dibangun. Cara membangunnya sederhana. Mulai saja sendiri tanpa menyuruh orang lain, lama kelamaan insyaallah orang lain akan kesindir dengan aktivitas kita. Jika kita beri contoh tapi orang lain belum kesentuh juga atau belum kesindir juga, barulah kita mulai ajak dengan lisan kita. Kalau masih belum bisa juga, ya dibantu dengan doa-doa kita di tiap sholat malam. 

Cara menyuruh orang yang paling baik itu dengan memberi contoh. Terutama hal ini sangat berlaku bagi orang yang lebih tua. Seperti orang tua pada anaknya, abang pada adiknya, kakak pada adiknya, dsb. Sebelum kita menyuruh mereka, kita beri contoh dulu bahwa ramadhan itu harus penuh dengan ibadah, banyakin sholat, tilawah, dzikir, infaq, dsb. Insyaallah orang akan lebih mudah disuruh jika sebelumnya kita telah memberi contoh. 

Semoga kita semua bisa menghidupkan ramadhan kita dengan ibadah-ibadah, menghidupkan malam kita dengan qiyam, menghidupkan siangnya dengan tilawah quran. Semoga allah memberi keistiqomahan pada kita untuk selalu dekat dengan al-quran, cinta pada al-quran, dan menjadikan al-quran pedoman hidup sepanjang masa. 

Saya teringat sebuah hadist “barang siapa yang menghidupkan malam (ibadah) ramadhan dengan penuh keimanan dan kesungguhan, maka diampunilah segala dosanya” . 

Semoga target-target tilawah ramadhan kita bisa tercapai. Aamiiin. 

(muh) 
Serpong, 11 juli 2013

Tidak ada komentar: