Kamis, 13 Februari 2014

Budaya I’tikaf

Ketika memasuki 10 hari terakhir bulan ramadhan, ada kebiasaan yang tak pernah lepas dari keluarga kami yaitu i’tikaf. Ayah telah mencontohkan dan mengajak kami, anak-anak nya, untuk itikaf di masjid sejak saya masih kecil. Saya ingat betul, saat itu saya masih SD sekitar kelas 3, sudah diwajibkan ayah untuk itikaf. Kalau dulu kita taunya itikaf itu menginap di masjid selama 10 hari terakhir ramadhan, tapi yang lebih tepat adalah menghidupkan ibadah-ibadah yang wajib dan sunnah di masjid selama 10 hari terakhir bulan ramadhan. 

Kalau dulu, saat kami masih tinggal di daerah Mampang, jakarta selatan, kami sekeluarga itikaf di masjid al-hikmah. Dan saya ingat betul, saat masih kecil dulu, untuk menghilangkan kebosanan selama di masjid, saya dan abang saya patungan uang untuk beli mainan seperti monopoli, catur, dan congklak, hehehe. 

Alhamdulillah, dengan adanya mainan tersebut jadi banyak teman-teman kita yang ikut menginap di masjid. Tapi, karena kita kumpulnya dengan alasan mainan, maka jadilah itikaf itu lebih banyak main nya ketimbang ibadahnya. Yang ini jangan di contoh ya. dan saat itu basecamp kami di bawah tangga sayap kanan masjid, sengaja nyempil biar ayah ga bisa liat kalau kami main, hehehe. 



Tapi, karena memang yang buruk itu ujung-ujung nya bakal ketahuan, maka mainan kami pun ternyata tak luput dari pengetahuan ayah. Dan, alhasil, monopoli itu di sobek-sobek sama ayah, congklak dan catur di lempar entah kemana sehingga pion-pion dan biji congklaknya pun hilang. Astaghfirullah. Ayah memang marah saat tau kami di masjid ternyata banyak mainnya, bukan ibadahnya. Dari situ, kami belajar bahwa itikaf itu untuk beribadah di masjid. Sekali lagi ya, untuk ibadah, dan dilaksanakan di masjid, bukan di rumah. 

Nah, kebiasaan ayah yang selalu mewajibkan kami itikaf sekeluarga di masjid itu akhirnya menjadi budaya hingga saat ini. Dan itu sudah di biasakan ayah sejak saya usia 8 tahun, hingga sekarang usia 23 tahun. Sehingga kami semua di rumah tidak pernah keberatan jika ayah sudah bilang ‘besok sudah masuk malam 21, semua harus di masjid, itikaf’. 

Contoh terbaru yaitu ramadhan kali ini, sejak hari ke 20 ramadhan sore kemaren, ayah sudah mengingatkan semua anggota keluarga untuk siap-siap itikaf. Dari mulai siap2 bawa karpet dari rumah, siap-siap bawa bed cover, bantal, selimut, sarug, baju koko, dsb. Semua sudah disiapkan agar kita semua konsentrasi di masjid. Bahkan ayah juga membawa galaxy tab nya, karena beliau biasanya membaca berita dari sana, karena TV di stop selama ramadhan. Termasuk charger nya. Alhamdulillah banget, ayah saya bukan pegawai, bukan pekerja kantoran, yang waktunya di atur kantor dan atasannya, tapi ayah lah sebagai bos nya, yang mempekerjakan banyak orang sehingga beliau bisa leluasa mengatur waktunya. 

Saat itikaf, ayah juga mencontohkan pengaturan waktu ibadahnya kepada kita agar kita mengikuti beliau. Terutama dalam hal menghidupkan malam dengan qiyamullail. Kalau jadwalnya ayah, selesai taraweh baca quran dulu sebentar terus langsung tidur. Nanti jam 12 beliau bangun dan memulai qiyamullail nya sendiri sambil memegang al-quran, dan itu beliau laksanakan hingga jam setengah 4, non stop. Bahkan, kadang kalau beliau capek, beliau sholat sambil duduk. Nah, nanti kalau sudah masuk ke hari-hari menjelang akhir ramadhan, bisa lebih kenceng lagi tuh sholatnya, biasanya beliau tidur jam 10-12 malam saja, sisanya sholat. 

Dan, alhamdulillah ayah itu kalau ibadah ga pernah mau sendirian, beliau bangunkan istrinya, beliau bangunkan kami anak-anaknya semua. Sehingga kita pun sudah sadar kalau sudah jadwal itikaf, paling tidak jam 1 dini hari semua sudah harus siap-siap qiyamullail dan semuanya persis mirip dengan gaya ayah sholat. Sambil memegang al-quran, termasuk ibu juga beliau hadir di masjid jam 1 kurang, beliau berangkat dari rumah. Alhamdulillah kami tinggal di pesantren, sehingga rumah dan masjid masih satu kawasan, tidak jauh juga, sekitar 100 meter. Seperti tadi malam, malam 21, semua anak laki-laki ada di masjid sejak jam 1 kurang, malah saya yang bangun nya agak telat, hehehe. Baru bangun jam 01.20. biasa, akhir-akhir ini alasan insomnia, penyakitnya orang susah, susah tidur maksudnya. 

Kalau ayah, beliau benar-benar bisa menjaga seharian di masjid. Biasanya beliau pulang ke rumah kalau mandi dan ada keperluan ambil barang. Selain itu di masjid. Dari mulai bangun hingga bangun lagi ya di masjid. Sahur dan buka juga di masjid, karena kebetulan kami dapat makan dari menu pesantren. Bahkan kalau ada tamu-tamu atau ada pegawainya yang ingin bicara dengan beliau, juga dilakukan di masjid. Tidur siang pun juga di masjid. Sepanjang waktu Cuma sholat, baca quran, atau kalau capek ya istirahat. 

Pokonya beliau memang sangat ketat untuk urusan itikaf di masjid. Karena kata beliau ‘Rasul SAW selama 9x puasa ramadhan, tidak pernah meninggalkan yang namanya itikaf, itu artinya itikaf ini merupakan sunnah yang luar biasa karena tidak pernah ditinggalkan nabi. Tapi kebanyakan orang, malah menjalankan sunnah yang kadang nabi jalanin, kadang juga tidak, dan sunnah itikaf yang tidak pernah nabi tinggal, malah kebanyakan kita tinggalkan’. Begitulah pesan ayah kepada kami. 

Salah satu dampak baik dari itikaf di masjid adalah, sholat wajib kita jadi tidak pernah ketinggalan. Selalu tepat waktu, berjamaah, dan di masjid. Dan ini memang jadi concern nya ayah kepada kita semua, urusan sholat wajib nggak pake toleransi. 

Ada cerita lain lagi, kalau tidak salah 2 tahun lalu, ayah juga mengajak adik nya untuk itikaf di masjid dekat rumah kami. Jadi, paman saya tersebut juga membawa keluarganya termasuk ibunya (nenek saya). Alhasil masjid menjadi lebih ramai, bahkan mereka juga membawa kelambu agar tidurnya lebih nyaman dan tidak digigit nyamuk. 

Bahkan, saya baru ‘ngeh’ kalau ternyata ramadhan kali ini ayah tidak menerima jika diminta ceramah atau diundang kegiatan-kegiatan yang di adakan malam hari. Bahkan di sepuluh hari terakhir biasanya ayah benar-benar free dari kegiatan apapun. Beliau ingin meng-konsentrasikan waktunya hanya untuk ibadah di masjid, terutama untuk menghidupkan malam ramadhannya dengan ibadah, terutama ibadah yang sifatnya munfarid, sendiri-sendiri, seperti tilawah quran, sholat qiyamullail, dzikir, dsb. Saya baru ngeh saat beberapa waktu lalu ayah ditanya oleh seseorang, apakah ada jadwal kosong untuk ceramah taraweh, dan ternyata jawaban ayah ‘saya hanya menerima kegiatan di siang hari aja’. Seperti ramadhan kali ini pun, ayah tidak pernah keluar rumah malam hari, apalagi belanja! ayah paling anti sama urusan materialistis satu itu. Dan sepuluh hari terakhir ini, sepertinya ayah sudah mengosongkan semua jadwalnya guna memaksimalkan ibadah. Begitulah ayah, beliau paham mana yang prioritas dan tidak. Sehingga kegiatan-kegiatan lain yang mengganggu itikaf sebisa mungkin di nomor sekiankan. 

Dan beliau sangat mewaspadai kita saat mau masuk malam-malam ganjil di 10 hari terakhir, karena ada peluang besar disana malam lailatul qadr. Sehingga ayah biasanya sudah mengingatkan kita semua sejak sore, ‘nanti malam ganjil, semua harus di masjid’. Sehingga kita pun sebagai anak-anak nya paham betul tentang malam lailatul qadr, dan apa yang harus dilakukan agar tidak kelewat. Biasanya, ayah pun saat malam ganjil tambah kenceng ibadahnya, apalagi di malam-malam 25, 27, dan 29 puncaknya. 

Sebagai penutup, saya ingin mengutip ayat tentang itikaf ‘wa antum ‘akifuna fil masajid’ yang artinya, dan kalian (nabi dan para sahabat) beramai-ramai itikaf di masjid-masjid. Jadi, itikaf itu ramai-ramai, dalam arti jangan sendirian, ajak keluarga, ajak suami /istri, ajak anak-anak, dan ini yang perlu saya underline dan bold bahwa itikaf itu di MASJID, bukan di rumah. Sekali lagi, itikaf itu di masjid bukan di tempat lainnya. Dalam sebuah hadist rasul juga bersabda yang intinya seperti ini: ‘nabi SAW saat ramadhan ibadahnya melebihi bulan-bulan lain, dan saat memasuki 10 hari terakhir ibadah beliau melebihi malam-malam lainnya (dari 20 malam pertama bulan ramadhan)’. 

Semoga kita semua bisa meningkatkan ibadah kita di 10 hari terakhir ini, dan semoga kita bisa melaksanakan itikaf semampu kita. Bagi yang bekerja kantoran, mungkin bisa itikaf sepulang dari kantor, bagi yang mahasiswa mungkin bisa itikaf sepulang dari kegiatan belajarnya, apapun aktivitas keseharian kita mari kita curi-curi waktu untuk itikaf semampu kita, sedapat yang kita bisa. Agar kelak kita terbiasa menjalankan sunnah yang tak pernah ditinggalkan Nabi SAW ini. 

Bagi yang sudah memulai itikaf, mari kita ajak juga saudara-saudar kita, kita ajak suami/istri kita, ajak juga adik kakak kita, karena perintah Allah bukanlah untuk itikaf sendiri, tapi beramai-ramai itikaf. Dan bagi yang sudah mulai meningkatkan ibadahnya, jangan lupa juga untuk meningkatkan ibadahnya di masjid ya, karena perintah itikaf adalah di masjid. 

Semoga Allah berikan kita kekuatan dan keistiqomahan melaksanakan itikaf di masjid, dan semoga Allah berikan hidayah pada orang-orang sekitar kita untuk ikut menjalankan itikaf di masjid. Semoga ramadhan kali ini menjadikan kita sebagai pribadi yang bertaqwa dan menjadikan ramadhan ini sebagai ramadhan terbaik. Aamiin. 

(muh) 
Serpong, 30 Juli 2013 

Tidak ada komentar: