Rabu, 04 Agustus 2010

Menanti Generasi SA 2

untuk membangun sebuah peradaban besar dibutuhkan pemikiran besar pula, selain kontribusi yang besar.pemikiran itu lahir dari kritisasi, sebanyak mungkin orang yang kritis, maka akan banyak permasalahan yang terkuak sehingga orang akan respek dan timbul pemikiran baru untuk merubah.

bisa kita ulas bagaimana perjuangan sholahuddin Al-Ayyubi, yang beliau bukan seorang diri tetapi sebuah generasi pemenang dan dalam menciptakan itu dibutuhkan proses yang sangat lama. 50 tahun sebelum itu paraulama bertekad untuk membangun generasi baru yang siap menguasai duni, dengan cara menunmbuhkan, mendidik, memperbanyak ulama2 baru yang kuat dan dekat terhadap tuhannya, sehingga pada generasi berikutnya lahirlah generasi sholahuddin yang mampu berkuasa selama 80 tahun, tak pernah kalah sekalipun dengan kaum yahudi. hingga disiang hari mereka bagai pahlawan dan dimalam hari bagai hamba yang menangis ketika membaca kalamNya (ujar pendeta yahudi yang dipenjara).

ummat islam saat ini (mahasiswa umumnya) berpikir bagaimana masa depan kita untuk memperbanyak uang, harus bekerja. padahal dibalik itu semua (peradaban madani) merupakan tanggung jawab kita untuk generasi sukss masa depan. dan itu prosesnya tidak sebentar, dan semakin tidak sebentar jika yang kontribusi tidak banyak. oleh karena itu dibutuhkan banyak pemikir, research, pendidik untuk mencetak da'i2 baru yang lebih kontributif dan kualitatif. semakin banyak pegawai maka akan semakin banyak pula orang terkungkung dan tidak bisa berkembang (bisa dilihat kesibukannya).
dan semakin banyak penddidik maka akan semakin banyak peradaban baru yang lahir, banyak generasi2 yang kompetitif dimasa depannya.karena masa depan ummat islam bergantung dengan KITA semua generasi saat ini.

mari kita bangun azzam dan tekad ini dari sekarang, untuk terus mengabdi pada agama ini dan terus berkontribusi maksimal dengan memperbaiki diri dan orang lain, bagai berniaga dengan tuhan kita, bukan berniaga dengan sesama mitra usaha.
hingga nanti saat kita tiada lahirlah generasi SHOLAHUDDIN session 2...

bangkitlah, harapan itu masih ada..!
AllahuAkbar. ..!

Seberapa MULIAkah KITA Dibulan MULIA...???



Mendengar kata2 “bulan mulia” pasti kawan2 sudah tau apa maksud dari tulisan ini. Yaps, benar..! itulah dia Ramadhan sang bulan mulia. Mungkin kita semua sangat sering mendengar ucapan atau melihat kata tersebut walaupun (jika diresapi lebih dalam) sebenarnya lebih banyak yang menjadi pertanyaan atau kejanggalan dibenak kita. Sebagai contoh, dengan bulan mulia itu seberapa muliakah kita dibulan itu? Atau dengan bulan yang suci, seberapa sucikah kita menjalani hari2 dibulan itu??? Ini hanya pertanyaan sepele yang bisa kita jawab sendiri2 didalam hati kita. Lho, terus apa kaitannya? Jawabannya ada di QS.2: 183, pasti hafal dong ayatnya... yaps, diakhiri dengan “...La’allakum Tattaqun”. So, Masih ingatkan dengan tujuan bulan mulia???. Apakah ketaqwaan itu tidak mulia??? “wa tazawwadu fainna khoirozzadi ttaqwa” Sebaik2 bekal ialah taqwa (QS.2).

Sebenarnya, kenapa kok Ramadhan disebut bulan mulia?. Didalam Al-Quran hanya ada satu bulan yang secara eksplisit disebutkan oleh Allah yaitu bulan Ramadhan, padahal Allah juga menyebutkan dalam surat At-Taubah bahwa “inna ‘iddata ssyuhuri ‘indallahi istna ‘asyaro syahron” sesungguhnya dalam perhitungan Allah itu bulan jumlahnya ada 12, tapi mengapa hanya bulan Ramadhan yang disebutkan dalam Al-Quran??. Kemudian dalam QS.2:185 dijelaskan bahwa bulan Ramadhan ini terdapat hikmah besar yaitu turunnya Al-Quran tapi mengapa Allah menurunkannya dibulan ini?? Apakah tidak sengaja dan kebetulan Al-Quran turun?? TIDAK, melainkan karena Allah memilih bulan ini sebagai bulan paling MULIA.

Terus, bagaimana kita mempersiapkan diri agar menjadi mulia dibulan mulia?. Ada tiga hal yang perlu kita siapkan dari jauh-jauh hari agar kita bisa mencapai kemuliaan tersebut.
1. Mantapkan kualitas RUHANI
Dalam siroh sahabat, nabi selalu menyampaikan tarhib Ramadhan atau biasa kita sebut ceramah untuk mempersiapkan diri di bulan mulia. Padahal yang diceramahi para sahabat yang notabene orang-orang dengan keimanan mantap dan ibadah yang kuat, tidak seperti kita. Yang begitu saja masih perlu diberikan motivasi oleh nabi, nah bagaimana dengan kita?. Selain itu, Nabi SAW melakukan puasa sunnah terbanyak “hanya” dibulan Sya’ban, bukan yang lain. Agar lebih siap untuk menyambut Ramadhan yang penuh kemuliaan. Bahkan dalam sebuah hadist dikatakan, dalam bulan mulia ini Nabi SAW sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah melebihi kesungguhannya dibulan yang lain. Dan saat memasuki 10 hari terakhir Ramadhan Nabi SAW lebih bersungguh-sungguh lagi dalam beribadah melebihi yang sebelum-sebelumnya. Oleh karena itu agar bisa bersungguh-sungguh di bulan mulia ini harus kiat persiapkan dari jauh-jauh hari agar saat Ramadhan tiba mesin ruhani kita langsung panas (semangat) untuk beribadah, ibaratnya motor kalau mau jalan dipanasin dulu biar enak bawanya.

2. Persiapkan diri dengan ILMU
Kita perlu mempersiapkan ilmu untuk menjalani bulan mulia ini agar Ramadhan tidak dilalui dengan landasan budaya dan kebiasaan kebanyakan orang saja. Sebagai contoh, mayoritas masyarakat semangat menjalankan bulan ramadhan hanya di awal saja atau sepuluh hari awal, hal ini bisa kita lihat dari intensitas jama’ah tarawih yang semakin hari semakin “banyak” yang bolong sehingga shaf jama’ah pun terus berkurang seiring bertambahnya puasa kita atau bahkan di hari pertama begitu penuh dengan jama’ah tapi dihari akhir sudah tinggal beberapa shaf saja. Atau yang lebih ekstrim lagi, menjelang berakhirnya ramadhan kebanyakan orang disibukkan dengan mencari “pakaian baru” dan bahkan siap-siap mudik sehingga tidak sempat lagi untuk beribadah, padahal Rasulullah selama 9 tahun tinggal di Madinah tidak pernah “mudik” ke Mekkah dalam konteks “idul fitri” dan bahkan keutamaan Ramadhan semakin meningkat dengan masuknya 10 hari terakhir yang disana kita bisa dapatkan malam lailatul qodr. Selain hal tersebut, ada pula amalan yang ringan tetapi pahalanya besar, yaitu dengan memberi makan/minum orang yang berbuka puasa, walaupun dengan seteguk air atau sebilah kurma (hadist). Dengan hal itu kita akan mendapatkan pahala puasa orang yang berbuka tersebut tanpa menguranginya. So, perbanyaklah mengikuti ceramah dan tarhib Ramadhan dan bila perlu membeli buku saku Ramadhan agar kita mengerti bagaimana menyikapi bulan mulia ini. Apakah harus ikut “kebanyakan orang” atau mengikuti ajaran Rasulullah SAW?.

3. Sucikan diri dengan INVESTASI
Agar dibulan Ramadhan kita menjadi suci maka diri ini harus disucikan dulu. Bagaimana caranya? Dengan berinfaq, bershadaqoh atau dengan berzakat. Karena dengan berzakat maka Allah akan mensucikan diri kita dan harta kita. Dan berzakat sebelum Ramadhan lebih baik, kenapa? Karena apa yang kita zakat kan akan digunakan orang yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya menghadapi Ramadhan, dengan seperti itu pahala yang didapat pun akan lebih besar dari pada digunakan dibulan lainnya. Apakah ada cara lain? YA, dengan meminta maaf kepada orang-orang sekitar kita. Bahkan seharusnya bersalama-salaman atau meminta maaf ini kita lakukan sebelum Ramadhan, tidak hanya pas Idul Fitri saja karena kita ingin suci dibulan suci. Bagaimana kalo kita tidak mampu? Perbanyaklah berniat yang baik-baik, karena dengan berniat maka kita akan mendapatkan balasan apa yang diniatkan “innamal a’malu binniyat, wa innama likullimriin ma nawa...”. misalnya, jika punya uang 1 juta maka kita niatkan untuk di infaqkan sepenuhnya untuk Ramadhan. Seandainya uang itu ternyata hilang, maka kita telah mendapatkan pahala karena niatnya. So, perbanyaklah bersedekah dan perbanyak pula niat-niat baik kita sebelum datang Ramadhan.

Kembali kepada Taqwa, bagaimana kita mendapatkan keTaqwaan?? “...wa atahum taqwahum” QS. Muhammad. Dan mereka diberikan keTaqwaan oleh Allah. So, taqwa itu datang dan diberikan oleh Allah. Sekarang tinggal, seberapa pantas kita menerima “gelar” Taqwa?. Apakah orang yang mulia yang diberikan Allah atau orang yang biasa-biasa saja?. Oleh karenanya, untuk mendapatkan gelar Taqwa, kita harus terus berupaya untuk menjadi hamba yang mulia di sisi Allah dan menjadi makhluq yang terus mensucikan diri dari hal-hal yang mengotorkan jiwa ini.

Allah telah menyeru kita untuk mensukseskan diri dibulan mulia dengan kata “ya ayyuhalladzina amanu...” QS.2: 183. Sekarang tinggal, masih berimankah KITA? merasa berimankah KITA untuk menyambut seruan Allah??? Jika “ya”, maka tunjukkanlah bukti iman KITA dalam mensukseskan diri mendapat “gelar taqwa” dibulan mulia. Jika tidak, maka Kemuliaan bulan ini hanya sekedar “NAMA” yang bisa diucapkan tapi KITA tidak bisa merasakannya....