Selasa, 15 Maret 2011

Krisis Identitas Keislaman

Pernahkan kita merenung sejenak dan bertanya pada diri ini, sudah yakinkah kita dengan keIslaman ini, jika ya mengapa masih meminta kepada selain Allah padahal Ia lah pencipta kita. Sebesar apakah cinta kita pada Allah & Rasulnya, kalu sudah cinta mengapa kita masih malas beribadah padahal ibadah adalah misi hidup kita. Lalu, sebesar apakah kepercayaan kita terhadap kebenaran Islam, jika sudah percaya mengapa kita selalu menjelekkan/menuduh muslim sebelah kita padahal sesama muslim itu bersaudara. Kemudian, seberapa bangga kita terhadap Islam, jika sudah bangga mengapa kita masih malu menunjukkan jati diri kita sebagai muslim padahal dengan keislaman inilah kita bisa mencicipi surga kelak (amin). Sebenarnya itulah yang terjadi pada diri kita, adanya krisis identitas yang sejatinya tidak kita rasakan. Krisis identitas inilah yang menyebabkan ummat muslim tidak yakin akan potensi & kekuatannya. Krisis ini terjadi karena dua faktor, eksternal dan internal.

Faktor eksternal ialah akibat dari Ghazwul Fikri atau perang pemikiran yang terus digencarkan oleh kaum barat. Sebagai contoh sederhana, apa saja yang datang dari barat selalu kita banggakan dan bahkan kita ikuti (menjadi style) mulai dari film, gaya rambut, pakaian, minuman, hingga budaya hidup jijik lainnya. Sebenarnya perang pemikiran ini begitu sederhana yaitu orang barat ingin agar pemuda Muslim mengakui eksistensi mereka, sehingga perlahan kita akan mengikuti, lama-kelamaan timbullah rasa bangga terhadap mereka. Dan dari situlah identitas keislaman kita berkurang dan terus berkurang hingga pemuda Muslim lupa akan tugasnya terhadap Allah karena sibuk menjadi follower orang2 barat. Jika ingin membuktikan dampak ghazwul fikri ini, tanyalah pada diri kita, lebih banyak mana waktu yang kita habiskan untuk ngaji dan sholat dibanding nonton film, hang out, pacaran, dsb.

Misi perang pemikiran ini terlihat begitu sederhana, hanya menjauhkan ummat muslim dari tuhannya sebagaimana firman Allah QS. Al Baqarah [2]: 217: “Dan tiada henti-hentinya mereka selalu memerangi kalian sehingga kalian murtad dari agama kalian, jika mereka mampu….”. Tapi ingat, dari sinilah segalanya terkikis terutama sikap (akhlaq). Perhatikan saja perilaku/sikap kita, terutama dalam bergaul. Banyak di kalangan pemuda muslim yang lebih senang dikategorikan ‘gaul’ dari pada mengikuti contoh rasul. Para pemuda lebih asyik pacaran, buka-bukaan aurat (kecantikan tubuh), menghabiskan waktu malam dengan nongkrong, minum2, dan berkunjung ke tempat hura2, dengan beranggapan bahwa ini adalah tren. Padahal itu artinya kita telah terobsesi untuk menjadi follower “mereka”, dan tanpa kita sadari sebenarnya mereka ‘tertawa’ dan senang melihat bangganya pemuda muslim menjadi followernya.

Berikutnya ialah Faktor Internal yang sebenarnya paling penting karena hal ini (sejatinya) dapat menjadi tameng kekuatan diri kita agar terus dekat dengan Rabb semesta alam. Faktor internal ini berupa hawa nafsu atau keinginan. Setiap jiwa kita pasti memiliki keinginan, hasrat, atau desire karena ini memang fitrah kita sebagai manusia seperti itu. Keinginan itu akan menimbulkan pikiran/ide, dari ide timbullah keyakinan dan dari sinilah kita menyimpulkan sesuatu dan mengambil sebuah keputusan untuk dilakukan (Ibnul Qayyim). Intinya, dari keinginan akan lahir tindakan. Yang jadi masalah ialah apakah tindakan itu selalu ke jalan yang benar/baik?. Karena dalam hidup ini kita selalu diberikan dua pilihan, yaitu jalan kebaikan dan jalan keburukan sebagaimana firman Allah QS. Asy Syams: 8, maka kami ilhamkan kepadanya jalan keburukan dan jalan taqwa (kebaikan).

Mari kita buktikan dengan studi kasus matematis berikut ini. Jika kita lihat mahasiswi muslim di kampus kita, berapa banyak dari mereka yang tidak memakai kerudung. Padahal jika ditanya, apakah perempuan harus menutup aurat pasti mereka jawab ya, lalu apakah kecantikan rambut yang dimilikinya termasuk aurat, mereka pun akan jawab ya. Tapi mengapa mereka tidak menutupinya..?. atau mahasiswa, berapa banyak dari mereka yang pacaran sambil berpegangan tangan, atau menyentuh bagian tubuh lawan jenisnya. Padahal jika mereka ditanya apakah hal itu dibolehkan, pasti dengan tegas ataupun tersipu malu mereka menjawab tidak. Atau yang lebih dahsyat lagi, para pejabat yang memiliki pendidikan sangat baik, atau sekelas mentri agama, dan mereka pun kaya, tapi berapa banyak dari mereka yang masih korupsi (mengambil uang haram), dan jika ditanya apakah korupsi itu boleh, saya rasa anda (pembaca) pun akan tahu jawabannya. Semoga Allah mengampuni dan memberi hidayah kepada kita semua (amin).

Begitulah kondisi sekitar kita, dengan mudahnya hawa nafsu mengelabui pikiran jernih manusia yang sebenarnya kita pun tahu mana yang baik dan mana yang buruk.Kita pun tidak perlu khawatir karena tidak semua nafsu/keinginan pasti menjerumus pada kemaksiatan, ada juga (bahkan banyak) yang berakhir kejalan taqwa, yang sering kita sebut fastabiqul khairat.
Nafsu kita ini sangat bergantung pada amal ibadah kita. Jika kita sering melakukan ibadah dan dzikrullah maka keinginan kita pun cenderung berakhir baik.Begitu juga sebaliknya sebagaimana firman Allah QS. Al Hasyr: 19 "Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik". Beribadah itu bukan berarti kita sholat saja sepanjang hari, tetapi kita melaksanakan yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya agar selalu ingat bahwa Allah selalu mengawasi dan membimbing kita.

(Penutup)
Jika kita compare Pemuda dulu dengan sekarang, sebut saja pemuda kahfi yang menyelamatkan keimanannya dengan bersembunyi didalam gua, atau pangeran muda Muhammad Al-Fatih sang penakluk konstantinopel, hingga Shalahuddin Al-Ayyubi yang menjinakkan kota suci Yarussalem di perang Salib, mereka semua para pemuda muslim yang sukses di generasinya. lalu bagaimana dengan kita? tetap terdiamkah kita dengan kondisi ini?. Ingat..!! perubahan itu pasti terjadi, tinggal siapa yang jadi Panglima dan siapa yang tetap setia menonton...??

Semoga kita bisa menjadi pemuda muslim yang bermanfaat bagi muslim lainnya, menjadi inspirasi bagi muslim tetangganya, dan menjadi panutan bagi sekitar kita.