Kamis, 13 Februari 2014

Kebahagiaan

Kali ini kita akan kupas tentang kebahagiaan, terutama kebahagiaan yang diajarkan oleh ayah kepada kami. Sebenarnya ini merupakan tema yang sederhana, ringan, dan mungkin tak perlu panjang kali lebar di kupas karena hampir semua orang, atau mungkin semua orang, sebenarnya sudah paham dan sudah mengalamai yang namanya bahagia. Tapi yang akan saya ulas disini adalah kebahagiaan dari persepektif yang unik, langka. Tidak banyak orang yang memahami makna kebahagiaan seperti yang akan kita ulas nanti. Justru dari sedikit orang itu lah kita belajar makna kebahagiaan yang dahsyat, yang tidak sekedar bahagia dari hati dan perasaan tapi kebahagiaan yang bernilai besar dan nilai tersebut tak bisa diberikan kecuali dari pemberian Sang Maha Pemberi. 



Ketika saya terpikir tema ‘kebahagiaan’, saya langsung buka kamus besar bahasa indonesia online untuk mengetahui apa sebenarnya makna resmi / standar dari kata bahagia tersebut. Dalam KBBI, bahagia bermakna keadaan atau perasaan senang dan tentram (bebas dari segala yang menyusahkan). 

Tema bahagia ini saya angkat ketika secara tak sengaja saya ingat kejadian beberapa pekan lalu di rumah, saat sebelum masuk bulan ramadhan. Saat itu di rumah sedang ramai pembicaraan tentang hasil belanjaannya ibu. Saat itu ibu membelikan ayah sendal yang harganya mungkin ayah tidak begitu suka, sekitar 200 ribu an. Memang, sendal tersebut bagus dan sesuai dengan kriteria yang ayah suka yaitu ringan dan tahan lama. Tapi, ada yang membuat ayah agak kesal adalah karena harganya yang bisa dibilang mahal. Untuk urusan harga ini, memang ayah termasuk yang kritis dan sangat menolak barang mahal. Dan itu tidak hanya beliau terapkan dalam kebutuhan pribadinya, melainkan kebutuhan-kebutuhan lain yang melibatkan beliau. Misalnya saat mencari barang untuk membangun sekolah, alat-alat rumah, dsb. Beliau pasti mengutamakan kualitas tinggi harga rendah, hehehe. 

Nah, karena ayah mengetahui harga sendal nya yang mahal maka beliau tidak senang atas sendal yang dibeli ibu tersebut. Akhirnya, ayah pun mengeluarkan sepatah kata nasehat untuk kami, ‘kebahagiaan orang itu berbeda-beda, bisa jadi menurut umi bahagia tapi menurut abi belum tentu. Jadi, harus ada komunikasi biar kebahagiaan itu tepat’. Memang apa yang diucapkan ayah menurut saya benar juga tapi yang dilakukan ibu juga tidak salah, karena siapapun istri pasti ingin memberikan yang terbaik kepada suaminya. Terlebih lagi uang tersebut adalah uang dari suaminya sendiri, sampai ibu saya bilang ke saya begini ‘kalau beli apa-apa buat abi, cari yang paling bagus dah pokoknya, yang mahal juga gapapa, orang duitnya juga duit abi’. 

Akhirnya karena kejadian tersebut, ibu saya selalu bilang begini saat belanja ‘harga nya copot dulu bang, terus jangan kasih tau abi harganya berapa, kalau ditanya bilang aja pokoknya segitu dah’. Oke, kita semua manut apa kata ibu. Saya pun setuju dengan trik bu seperti itu, karena siapapun kita kalau ingin memberi sesuatu ke orang tua pasti ingin memberi yang terbaik untuknya. 

Memang, masalah kebutuhan pribadi ini setiap orang punya pandangan berbeda, ada yang menganggapnya hal penting dan ada juga yang biasa saja. Tapi kalau ayah saya, beliau termasuk orang yang paling jarang meminta sesuatu di keluarga kami. Minta sesuatu dalam arti minta dibelikan ini itu, dsb. Karena beliau juga orang nya awet dan memiliki sense of belonging yang tinggi pada barang-barang yang dimilikinya jadi dirawat benar barang-barang pribadinya. Walaupun misalnya sendal atau sepatu beliau sudah agak rusak dan agak kurang pantas, beliau tidak meminta ganti hingga kita sendiri yang tau dan kita yang menggantikannya tanpa sepengetahuan beliau. Memang, menuntut kepekaan dari keluarga untuk mengantisipasi sikap ayah yang tidak berlebihan tersebut. 

Belum lagi alasan orang yang katanya memberi dengan ‘surprise’ itu berharap adanya kebahagiaan yang doubel dari si penerima. Saya setuju banget dengan kalimat tersebut, karena sering kali surprise itu bermakna senang diberi dan senang dikagetin, hehehe. Bicara surprise, saya teringat perkataan salah seorang teman kantor saat saya ingin cuti dan pulang ke rumah lalu saya bilang ‘mau cari sesuatu nih buat surprise ortu’, terus kata teman saya ‘hati-hati buat kejutan, niat nya mau ngejutin orang, nanti malah terkejut sendiri’. Saat ditimpali begitu saya senyum-senyum saja karena belum ngeh maksudnya, tapi pas beberapa saat setelahnya saya baru nangkep. Maksudnya adalah, hati-hati membuat kejutan, khawatir nanti yang diberi kejutan ternyata tidak senang dan membuat kita terkejut sendiri karena salah kaprah. 

Itulah makna kebahagiaan yang pertama menurut ayah, bahwa ‘’kebahagiaan itu setiap orang berbeda dan harus di komunikasikan agar kebahagiaannya tepat, entah trik nya bagaimana setiap orang bisa menyiasatinya”. 

Makna kebahagiaan yang kedua dari ayah, saya dapat saat sahur beberapa hari lalu. Saat sahur kita bincang-bincang tentang Nenek dari ibu saya yang orangnya benar-benar perhitungan sekali. Ya, beliau perhitungan dalam bersedekah. Perhitungan yang saya maksud adalah, beliau sangat teliti dalam membuat daftar saudara dan tetangga siapa saja yang akan diberikan sedekah, walaupun masing-masing kebagiannya tidak banyak tapi semua bisa kebagian. Contoh, saat ada kurma 2 dus yang isinya tiap dus 8 kantong, maka nenek tidak memberikan pada 1 saudara 1 kantong, tapi dia bagi 1 kantong itu bisa 2 atau 3 bagian dan tiap bagian dibagikan ke saudara-saudaranya agar lebih banyak saudara nya yang kecipratan kurma tersebut. 

Pernah juga dahulu, saat saya menginap di rumah nenek selama sebulan karena kebetulan tempat kursus dekat rumah beliau, setiap hari jumat nenek sudah menyiapkan uang 2.000 rupiah banyak sekali, mungkin 50 lembar lebih. Nah, pagi hari banyak orang yatim berdatangan ke rumah nenek, lalu beliau kasih 1 orang 2.000 rupiah hingga uang tersebut habis. Itu dilakukan rutin setiap hari jumat. Subhanallah. Nah, saat saya tau kejadian itu, dalam hati saya bilang gini ‘kok ngasihnya dikit banget ya Cuma 2.000, emangnya ga malu apa ya, kan ga enak ngasih Cuma sedikit’. Nah ternyata itulah bedanya pandangan saya dan nenek, kalau saya punya uang 200.000, mungkin karena gengsi saya, saya membagikan uang tersebut ke 10 orang anak yatim dengan masing-masing 20.000, sekali lagi mungkin karena alasan ‘malu kalau ngasih sedikit’. Tapi bagi nenek, dia berpikir bagaimana agar banyak anak yatim yang bisa dibantu sehingga uang 200.000 itu bisa bermanfaat untuk 50 hingga 100 orang, luar biasa. Sampai tante saya, satu-satu nya anak yang tinggal satu rumah dengan nenek, bilang ke saya gini ‘kalau nenek ngasih orang tuh kadang bikin kita yang malu, ngasihnya dikit, tapi ternyata orang yang dikasih tuh senengnya ga ketulungan, kita nya aja yang anak muda kegengsian, padahal ngebagi orang juga jarang-jarang’. 

Nah, saat kita cerita-cerita tentang metode nenek dalam memberi itu, ayah komentar begini ‘kebahagiaan tertinggi itu saat kita memberi, bukan saat kita menerima. Kalau kita bahagia nya Cuma karena nerima dari orang, itu belum dikatakan kebahagiaan dengan nilai tertinggi’.perkataan inilah yang membuat kita semua sebagai anggota keluarga terdiam sejenak karena nilai yang ayah sampaikan itu luar biasa sekali. 

Bahwa kita selama ini Cuma seneng kalau dikasih orang, tapi belum seneng kalau kita ngasih orang, nah ini petanda kita belum mendapat kebahagiaan tertinggi. Disitulah mengapa diawal tulisan saya katakan ‘hanya segelintir orang yang bisa memahami kebahagiaan ini’. Karena memang kebahagiaan model ini tidak bisa dirasakan dan dipahami oleh semua orang, terlebih lagi logika orang-orang materialis, yang berpikirnya hanya tentang materi saja dan menurut mereka bahwa sesuatu yang kita beri ke orang berarti kehilangan harta, bukan berarti kebahagiaan. Just it. Mereka tak dapat melihat sisi-sisi lain dibalik keajaiban memberi, hanya orang yang beriman yang yakin akan keajaiban memberi. 

Nah, orang-orang yang bahagia nya lahir karena memberi itu lah yang yakin bahwa Allah lah yang akan membalas pemberian kita, tanpa perlu kita hitung-hitung, karena Allah lah sebaik-baiknya penghitung. Tugas kita hanya memberi saja, beri sebanyak-banyaknya, dan yakin bahwa Allah lah yang membalasnya. 

Orang yang sudah memahami nilai ini merupakan orang yang berorientasi akhirat, mereka berpikirnya bukan balasan dunia tapi balasan akhirat, karena mereka yakin bahwa akhirat itu jauh lebih baik daripada dunia, sesuai dengan firman Allah ‘waddarul akhiroti khoirun lilladzina yattaqun’, yang artinya ‘dan akhirat adalah lebih baik dari dunia, bagi orang2 yang bertaqwa’. Semoga kita bisa termasuk ke dalam segelintir orang yang disebut di awal tadi, segelintir orang yang bahagia karena memberi, dan semoga kita bisa memperbanyak jumlah yang segelintir itu menjadi lebih banyak lagi. 

Biasanya, kebanyakan orang menghubungkan antara memberi dan ikhlas hingga orang bilang ‘sedikit gpp asal ikhlas’, tapi saya pernah dengar kalau tidak salah dari ust. Yusuf mansur, kata beliau ‘yang penting itu nilainya, urusan ikhlas itu urusan kita dengan Allah, kalau nilainya gede udah pasti ganjarannya gede’. 
Karena ikhlas itu tidak bisa lahir begitu saja, tapi ia lahir dari berbagai pemberian kita, berkali-kali. Nah, biasakan lah memberi yang banyak, agar banyak orang yang bisa menerima, hingga nanti ikhlas lah yang akan mengajari kita dari pemberian tersebut. Kalau orang masih terus-terusan berpikir yang penting ikhlasnya walaupun sedikit maka yang keluar adalah sedikit terus, mari kita ubah pikiran tersebut, biasakanlah memberi yang banyak hingga nanti kita belajar ikhlas dari pemberian tersebut. *cmiiw 

Kebahagiaan ini tidak bisa timbul begitu saja, kebahagiaan adalah pemberian Allah, sebagaimana di surat Ali-Imron ‘farihina bima atahumullah...’ bahwa ‘mereka bergembira karena pemberian karunia dari Allah...’. oleh karena itu, banyak-banyak lah kita berdoa semoga Allah berikan kita kebahagiaan tertinggi dimana kita bisa bahagia ketika kita memberi kepada orang lain. Sebagaimana doa yang paling sering diucapkan orang, doa sapu jagad, doa kebahagiaan dunia dan akhirat, semoga Allah berikan kita kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan kita dihindarkan dari azab api neraka. 

Robbana atina fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah wa qina ‘adzabannar... 

Semoga Allah selalu memberikan kita petunjuk dan rahmatNya, agar kita termasuk hamba-hambanya yang bertaqwa dan berbahagia. Aamiin. 

(muh) 
Serpong, 26 Juli 2013

Tidak ada komentar: