Selasa, 21 Februari 2012

Nasi Uduk Pecel dan Ondel-ondel Ala Jakarta

Hari ini hari senin, seperti biasa saya dan ortu harus menginap di rumah bangka karena selasa pagi abi mengisi kajian tafsir di masjid al-hikmah. Walaupun kajiannya selasa pagi tapi senin pagi saya sudah berangkat dengan umi karena umi saya ada agenda wawancara untuk kebutuhan disertasinya. Setelah wawancara selesai, akhirnya saya pun menuju rumah bangka sekitar siang hari, karena cukup lelah saya pun terlelap di siang bolong.

Kalau sebelumnya saya bicara bubur, kali ini saya buka dengan nasi uduk pecel ayam dan bebek. Di malam hari, mirip kaya di Surabaya, disini juga ada penyet hanya saja namanya nasi pecel ayam/bebek. Tapi, beda kota, beda pula rasa dan ciri khasnya. Kalau penyet di surabaya hanya sekedar nasi biasa, dicampur sambel, tahu tempe, lauk seperti ayam/bebek, dan lalapan. Dan penyet yang dimaksud adalah lauknya dipenyet, atau bahasa gaulnya di gepengin pake ulekan.  Penyet ini selalu tersaji di malam hari dan yang membedakan penyet yang satu dengan yang lainnya biasanya pada sambal dan gurihnya gorengan lauk. Kalau dulu tahun 2007, penyet ayam bisa di dapatkan dengan harga 4.000, di sekitar ITS. Tapi terakhir saya disana sekitar 7.000 – 10.000, yang agak mahal di depan toko sakinah, karena memang ayamnya beda, besar dan gurih.

Kalau di depan rumah saya di bangka, Jakarta, ada tukang nasi pecel. Nah, pecel kalau di jakarta tidak seperti pecel di surabaya, tapi nasi pecel uduk. Yaitu nasi kaya penyet tapi tidak di gepengin lauknya, dan nasi yang digunakan adalah nasi uduk, nasi khas betawie. Selain nasi uduk, sisanya sama dengan nasi penyet,
ayam/bebeknya yang gurih, sambal, lalapan dan tahu tempe. Dan malam ini rasanya ingin sekali nyoba bebek pecel depan rumah, karena kalau ayam sudah sering. Dan pastinya, bebeknya pun gurih sekali tapi tidak garing (tidak kematengan), pas gitu. Seperti biasa, harganya pun gurih juga. Nasi uduk dengan lauk bebek dan tempe tahu bisa kita beli dengan harga 20.000. mantap bukan? Tapi, insyaAllah kita pun tidak menyesal dengan merogoh kocek segitu. Padahal kalau di surabaya bisa untuk 3x makan.

Nah, sepulangnya dari beli nasi uduk pecel ada sesuatu yang langka di depan rumah saya, yaitu ada ondel-ondel. Jarang liat kan? Menurut saya aneh, karena di Jakarta ini sudah sangat langka saya melihat ondel-ondel, pun ada hanya di acara-acara seremonial pemerintah. Padahal itu budaya betawie, tapi sayangnya budaya itu sudah lenyap.

Ondel-ondel itu ya ondel-ondel. Agak bingung saya jelasinnya, apa ya?. Hhmmm, semacam orang-orangnan betawie yang dibuat dalam bentuk pahatan kayu dan di cat, ondel-ondel pun memakai pakaian dari kain khas betawie. Bentuknya sangat besar dan tinggi, karena agar bisa dimasuki orang, karena yang membuat ondel-ondel jalan adalah keberadaan orang di dalamnya. Ondel-ondel berjalan sambil diiringi oleh musik-musik betawie.

Dulu waktu saya kecil, adik saya paling takut kalau lihat ondel-ondel, entah kenapa, mungkin dia menganggap ondel-ondel itu serem. Hahaha.

Yaa, begitulah budaya Betawi yang semakin hari semakin langka untuk dinikmati. Berbeda dengan kota-kota lain yang masih kental dengan budayanya. Bahsa betawie pun saya sudah jarang denger, walaupun saya juga tidak begitu ngerti bagaimana bahasa betawie itu. Karena yang saya tau Cuma diganti ‘e’ aja ditiap ujung katanya. Padahal bukan seperti itu, saya sempet dikasih tau bapak saya, sebenarnya ada lho kamus bahasa betawie.

Memang benar, Indonesia memiliki berbagai macam budaya dan bahasa, tapi ini sudah tidak berlaku bagi Jakarta.

Tidak ada komentar: