Kamis, 16 Februari 2012

Budaya Copy Paste

Denger judul diatas rasanya sudah tidak asing lagi bagi kita, terutama buat kalangan pelajar dan mahasiswa. Seakan-akan kata-kata copaste (copy paste) menjadi hal biasa terutama dalam hal mengerjakan tugas. Dan sepertinya itu sangat menjangkiti kaum pelajar, yang sebenarnya mereka adalah orang terpelajar.

Copy paste adalah cara sederhana dalam penggunaan dokumen office didalalam PC atau laptop, hanya dengan melihat dan menggerakkan tangan, segalanya bisa selesai dalam sekejap. Hanya memblok bagian (file, tulisan, gambar, dll) lalu klik ctrl+C lalu buka dokumen baru dan klik ctrl V. File-file yang telah diblok tadi langsung tersalin dengan cepat. Ya, itulah keuntungan dari kemajuan teknologi.

Tapi, tidak semua penggunaan copaste itu baik untuk kita, memang secara umum itu mempermudah tapi belum tentu itu cara yang tepat untuk kita. Apalagi untuk mengerjakan tugas. Makanya saat kuliah mahasiswa lebih sering tugas menggunakan printout atau softcopy daripada tulisan tangan di lembaran folio. Hal ini karena akan mempermudah dan mempercepat mahasiswa dalam mengerjakannya.

Cukup 1 orang yang bekerja, yang lainnya tinggal modal flashdisk dan uang ngeprint. Begitu temennya selesai, langsung saja flashdisk masuk ke laptop dan copaste, tingga print. Tugas selesai.

Ternyata hal ini tidak hanya berlaku bagi kaum pelajar dan kaum terpelajar, tapi juga bagi kalangan organisasi. Ini sangat membantu sekali, terutama dalam hal surat menyurat, proposal, LPJ, dan pengerjaan arsip-arsip lain. Mungki ini adalah salah satu penggunaan yang tepat untuk efektifitas waktu. Tapi, jangan lupa untuk melakukan editing agar tidak sama persis dengan sebelumnya, karena jika tidak diedit akan terjadi hal-hal kesalahan sepele jika diperiksa. Seperti nama kegiatannya ternyata beda dari cover, tangfgal pelaksanaan ternyata sudah lewat, bahkan pernah terjadi di organisasi, nama ketua umum yang bertanda tangan juga salah, karena yang tercantum di proposal adalah ketua yang lalu. Hati-hati..!

Dan ternyata, budaya copaste di organisasi ini terbawa hingga ke jabatan petinggi negara sekelas anggota dewan. Saya tau ini dari hasil wawancara dengan salah satu anggota dewan provinsi untuk kebutuhan disertasi ibu saya. Ketika ditanya, kenapa kok anggaran pemberdayaan guru tidak meningkat, sementara anggaran pendidikan keseluruhan meningkat 2%? Jawaban si anggota dewan adalah, karena saat pembuatan draft anggaran APBD tahunan tinggal copaste saja dari tahun sebelumnya, terus diedit-edit secukupnya biar sesuai dengan jatah anggaran total tahun depan. Dalam hati saya berkata...oooohhhh, ternyata podo ae karo aku waktu jadi sekjen organisasi, hehehe. Dan parahnya, yang mengerjakan teknis-teknis di anggota dewan itu kan sekretaris nya atau staf ahlinya, jadi tidak bisa disalahkan staf tersebut. Dan kepengennya si anggota dewan sebenarnya adalah ada perbaikan di poin tersebut (pemberdayaan guru) karena menurut dia itu adalah hal vital bagi kemajuan pendidikan, terlebih di Jakarta, ibu Kota, yang katanya gaji guru bisa mencapai 8 juta rupiah.

So, kawanku, berhati-hatilah dengan copaste (copy paste), jangan sampai dengan kita melakukan atau menyuruh orang untuk copaste tapi nantinya merugikan orang banyak apalagi kalau itu akibat kesalahan fatal dari kita sendiri. Dan kawanku, tidak ada yang salah dari copaste, asal digunakan untuk hal yang tepat, dan jangan lupa di edit agar tidak sama persis, nanti keliatan banget kesalahan sepele kita itu.

Perlu diingat satu hal, para kaum terpelajar, jadi lah orang-orang yang benar-benar terpelajar bukan sekedar belajar, apalagi belajar menyontek dengan copy paste. Selamat menjadi kaum terpelajar dan menjadi inspirasi bagi pelajar lainnya.

selamat belajar, agar menjadi kaum terpelajar

1 komentar:

Idrus Dama mengatakan...

Mari melawan Copas..!!!