Jumat, 26 Agustus 2011

Surat Cinta Pejuang Dakwah

Cinta, hingga saat ini (mungkin) masalah cinta masih menjadi perbincangan yang selalu menarik. Bisa jadi kalau dibuat survey dengan pertanyaan sederhana, kira-kira apakah aktivis dakwah memilih untuk hadir pada seminar tentang cinta atau kajian aqidah? Mungkin pembaca pun sudah tau jawabannya akan banyak memilih apa. Begitulah cinta, fitrah yang Allah berikan pada kita semua yang tak ada habisnya dibahas dari masa ke masa. Dengan cinta, para penyanyi bisa mengarang jutaan lagu dan hingga saat ini tak ada satupun lirik lagu cinta yang sama, bahkan sutradara bisa membuat film cinta dengan ribuan episode dan judul, terlebih lagi para novelis yang tak ada habisnya menulis kisah-kisah cinta. Semua itu hanya dengan satu modal, hanya dengan modal CINTA. Mungkin menjadi dokter cinta tak sesulit menjadi dokter umum atau dokter hewan. Begitulah nikmat adanya cinta.

Dengan cinta Allah memberikan kasih sayang pada sesama kita, dengan cinta pula islam ini terus ada dan eksis hingga saat ini, dengan cinta pula dakwah ini (seharusnya) kokoh. Karena dengan cinta lah Allah memberikan kita kesempatan hidup di dunia ini. Dari cinta pula hidup ini semakin indah dan keindahan itu terus ada dan selalu ada jika ada CINTA. Dimanapun kita, di organisasi apapun kita, diperkumpulan apapun kita, cinta akan selalu hadir mewarnai perjalanan hidup ini. Membuat sejarah hidup seakan warna warni, membuat cerita-cerita seakan-akan lebih menarik, membuat kata-kata seakan lebih puitis, dan membuat suasana hidup seakan lebih romantis. Membuat kegundahan seakan-akan menjadi tentram dengan sekejap saja.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. QS. Ar-Ruum: 21

Tapi, dengan nikmat cinta yang begitu besar terdapat godaan yang jauh lebih besar lagi yang memungkinkan kita terjermus kedalam azabNya. Karena cinta begitu melenakan hawa nafsu, membuat kita mudah berpaling dari jalan taqwa dan memilih jalan keburukan. Terkadang, mungkin seringkali, cinta begitu melenakan kita. Karena kemasannya sangat menggoda dan menipu pandangan mata karena tertutup oleh nafsu belaka.

Mencintai, dicintai, Fitrah manusia
Melalaikan manusia hingga berpaling dariNya
Menipudaya dan melenakan
sadarilah wahai kawan...
(the fikr)
...............................
Satu hal yang tak pernah hilang dari aktivitas dakwah kita yaitu masalah cinta, cinta dengan lawan jenis baik sesama aktivis (ikhwan dan akhwat) ataupun dengan yang lainnya. Kita lebih favorit dengan bahasa virus merah jambu (VMJ). Akupun tak tahu dari mana dan siapa yang mengarangnya. Mungkin karena cinta bisa me’merahjambukan’ hati pelakunya. Sebenarnya cinta bukanlah sebuah masalah bagi kegiatan dakwah terlebih lagi untuk para aktivis dakwah. Karena cinta itu fitrah yang baik, jika diperlakukan dengan cara yang baik dan tepat. Apalagi aktivis dakwah bukanlah orang yang awam dengan aturan syar’i. tapi seringkali realitanya tidak seperti itu, lagi-lagi hawa nafsu mengacaukan skenario-skenario yang baik pula.

Bagiku, cinta di kalangan artis dakwah (aktivis) tidaklah salah, karena itu fitrah dari Allah dan itu adalah Nikmat bagi kita. Apakah mau jika kita tidak memiliki rasa cinta?. Cinta pada lawan jenis pun tidak salah, baik malah. Dan itu normal bagi kita sebagai manusia. Apalagi cinta sesama aktivis dakwah, justru inilah yang terbaik. Karena jika dilakukan dengan sikap dan cara yang tepat akan menjadikan aset baru untuk kekuatan dakwah kedepannya. Lalu apa yang membuat cinta itu jadi masalah bagi aktivis?. Cinta akan menjadi masalah jika menyikapinya dengan cara yang salah. Dan inilah yang seringkali terjadi pada ikhwah kita. Bukan hanya aktivis dakwah masyarakat, ADK dan ADS pun sudah terbiasa dengan masalah ini. Saking biasanya, mungkin setiap tahun pasti terjadi. Sekali lagi, kesalahan dalam menyikapi cinta.

Cinta atau perasaan suka pada lawan jenis sebenarnya timbul dari hal yang sederhana tapi seringkali dan pasti kita lakukan. Yaitu komunikasi. Bermula dari seringnya komunikasi biasanya lewat handphone atau sms, mengetahui orangnya (wajah) hingga adanya pertemuan atau tatap muka, atau cara yang lain yang saya belum tau (semoga tidak terjerumus). Hal ini memang biasa kita lakukan karena memang itulah kebutuhan dakwah tapi seringkali kita terlena hingga tidak tegas dalam menyikapinya. Apalagi zaman sekarang sudah dilengkapi dengan fiture2 canggih. Sehingga komunikasi sangat variatif. Entah dunia maya atau dunia nyata. Bahkan ‘rasa itu’ bisa timbul walaupun hanya dengan komunikasi tanpa mengetahui orangnya. Lagi-lagi karena faktor komunikasi, sekedar sms. Justru sms itu sangat mematikan...! karena sms multipersepsi dan bisa memancing lawan jenis jika memang kata-katanya ‘memancing’. Tapi, itu bukan berarti kita tidak perlu komunikasi, bukan itu solusinya. Karena komunikasi tidak mungkin tidak kita lakukan, karena dakwah itu tidak bisa ikhwan sendiri akhwat sendiri, kita berjama’ah bersama, dan masing-masing punya bagian kerja. Masing-masing saling membantu untuk menopang beratnya amanah dakwah (katanya sih beigtu).

Sebenarnya, masalah komunikasi ini kembali pada personal masing-masing. Biasanya ikhwan lebih mudah kepancing, dan jika akhwat sudah tau ikhwan seperti itu, jangan malah berusaha membuat pancingan. Saya jadi teringat kata-kata, semua ikhwan itu buaya, tapi sayangnya akhwat mencintai buaya (walaupun saya kurang setuju dengan itu). Nah, ini butuh ketegasan dari salah satu pihak. Baiknya, akhwat sedikit agak tegas jika pembicaraan sudah menyimpang ngalor ngidul. Jangan malah ikut-ikutan atau malah jadi lebay dan dibuat-buat seakan-akan ‘gimana gitu’ (sulit diumpamakan dengan kata-kata). Begitu pula dengan ikhwan, walaupun mudah terpancing tapi berusahalah menjaga hawa nafsu agar tetap berada pada jalur yang tepat. Karena Allah sudah mengingatkan kita, baik ikhwan maupun akhwat, terutama dalam menjaga pandangan. Pandangan bukan hanya berarti saling menatap, tapi termasuk segala cara yang memungkinkan timbul ‘rasa itu’ dengan fasilitas mata (termasuk melihat foto juga lho).

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada.....
QS. An-Nur: 30-31

Selain antisipasi diatas ada juga cara lain. Dalam organisasi dakwah selalu ada yang namanya mas’ul dan mas’ulah. Pemimpin baik bagi ikhwan maupun akhwat. Nah, fungsi pemimpin ini harus benar-benar bisa menjadi contoh agar bisa diteladani. Karena kalau pemimpinnya saja terpancing, apalagi anak buahnya, bisa-bisa memakan pancingan dengan lahap (insya Allah tidak). Fungsi utama dari mas’ul ialah teladan sehingga mas’ul pun harus, minimal, sedikit JaIm (jaga image). Selain sebagai teladan, para pemimpin ini sesekali harus melakukan kontrol atau cek n ricek untuk para jundinya. Siapa tau ada yang bermasalah. Kontrol ini berfungsi sebagai pengingat jika ternyata ada yang salah atau berlebihan dalam menyikapai ‘rasa itu’. Jadi, seandainya VMJ sudah menjamur maka ada pengingat yang bisa membersihkannya, minimal diingatkan by lisan. Akan lebih baik jika diingatkan secara men to men jika memang sudah benar-benar ‘ketauan’. Agar virus tersebut tidak melebar dan memakan korban aktivis lainnya.

Nah, seandainya cinta itu sudah mendarah daging dan sudah memerahjambukan hati para pelakunya maka sikapilah dengan cara yang tepat agar tidak terjadi hal-hal ‘yang antum inginkan’. Karena memang cinta yang timbul itu tidak salah dan itu normal-normal saja, tinggal penyikapannya yang perlu dipikir matang-matang. Jangan langsung hajar aja. Apalagi sampai terjadi khalwat, waduh bisa gawat ini akhi. Bukan hanya gawat buat antum saja tapi juga untuk citra aktivis dakwah, citra organisasi dakwah, citra lembaga dakwah, citra wanita-wanita yang sopan dengan jilbabnya (akhwat), citra para ikhwan-ikhwan yang akrab dengan jenggot tipis dan celana bahannya, citra ummat islam keseluruhan. Karena kalau pengemban amanah dakwahnya saja melakukan hal yang melanggar syar’i (apalagi yang termasuk dosa besar) lalu pada siapa lagi kita ummat islam menggantungkan harapan kembalinya kejayaan islam. Ini sama saja kalau para ustaz politik (ikhwah yang memiliki jabatan) melakukan korupsi, lalu pada siapa lagi “harapan ummat” ini digantungkan?. Masa sama SDM Iptek aja? (maaf melenceng sedikit dan menyebut merek).

Salah satu cara yang tepat untuk menyikapi ‘rasa itu’ ialah diskusikan masalah antum dengan murobbi antum, jika memang perlu menyampaikan salam atau surat kepada si doi sampaikanlah lewat murobbi (nah loh, berani ga ya?), insya Allah antum punya murobbi, kalo enggak... ya minta carikan sama yang diatas (cari tuh di langit, he...). Tenang saja, jangan su’uzhan pada Murabbi dan jangan mengira murobbi pasti melarang, insya Allah beliau akan menyalurkan aspirasi antum dengan cara yang lebih ahsan (katanya sih begitu, tapi ana sendiri belum coba). Jangan sampai kita menyikapinya (mediasi) dengan menyampaikan ‘rasa itu’ pada orang yang tidak tepat. Karena dampaknya sangat dahsyat akhi, bisa-bisa isu menyebar luas dan akhirnya ini akan menjadi aib antum (tau sendirikan infotainment dakwah ada dimana-mana), padahal cara antum tidak salah hanya saja kurang tepat. Sehingga dampaknya pun akan balik ke antum antunna sendiri dan dakwah secara umum. Mengapa begitu? Karena antum adalah aktivis dakwah, punya gelar ningrat dalam memperjuangkan agama. Sdikit saja kesalahan pada kita membuat orang melihat itu kesalahan besar. Itulah yang berat buat kita seakan-akan kita tidak boleh membuat noda sedikitpun, sekecil apapun, tapi dengan gelar itulah kita menjadi terjaga, saling mengingatkan, sedikit malu untuk berbuat maksiat, dan lebih jaim dalam melakukan hal-hal yang tidak baik. Dan itulah yang sampai saat ini menjadi kelebihan para aktivis dakwah (insya Allah, aaamiiinnn). So, jangan sampai kita menjadi perusak barisan ini, dan bahkan menjadi seperti ulat yang tidak ada manfaatnya padahal sebelumnya ia kupu-kupu yang cantik. Ibarat aktivis, dulunya paling komitmen, paling aktif, paling TeOPe BeGeTe, seorang kadep, apalagi kaderisasi (yang ngurusi kader gitu loh) –maaf, ga ada maksud apa-apa kok-, tapi gara-gara salah bersikap jadi luntur semua kebaikan itu karena orang memandang sisi buruk dari antum.

Sebagai contoh (studi kaskus, kasus kali), saya punya kawan beliau angkatan 2009. Itu artinya 2 tahun lebih muda dari saya. Tapi cara beliau dalam menyikapi cinta luar biasa. Saya salut dan bahkan malu karena tidak seberani beliau. Beliau punya keinginan kuat untuk menikah september nanti walaupun kondisinya belum izin dengan ortu tapi dia punya modal. Modal mental karena berani, modal berani karena punya ma’isyah (pendapatan) yang cukup, modal berani karena ini sunnah rasul dan ini adalah cara menyalurkan hawa nafsu yang tepat. Bahkan beliau pernah bilang ke saya ‘kan, cara menahan hawa nafsu dengan berpuasa, atau jika tidak kuat menikah saja, ya saya pilih menikah muda..:D cs pandangan sudah berkeliaran dan bahaya kalau diteruskan sendirian’. Itu kata beliau. Walaupun sampai saat ini belum jelas siapa calonnya. Setidaknya keberanian beliau boleh lah kita contoh. Dan langkah pertama, beliau menyikapinya dengan berdiskusi ke murobbi dan ternyata murobbi nya mendukung sekali, walaupun kalau kita liat ni orang (sahabat saya) tampangnya kurang meyakinkan. Tapi beliau berani dan menyikapinya dengan tepat. Insya Allah hasilnya akan baik pula karena cara yang ditempuh insya Allah baik. Dan dampak ini positif untuk dakwah karena bukan malah menjadi aib tapi timbul kesalutan dan kekaguman para aktivis lainnya kepada beliau, tertutama ADK yang sudah berumur, termasuk saya. Itulah dampak kalau kita menyikapi ‘rasa itu’ dengan tepat, akan semakin menguatkan barisan dakwah bukan malah melemahkan kekuatan dakwah, akan semakin memotivasi kita untuk meniru bukan malah membeci pelakunya.

Semoga kita bisa menyikapi ‘rasa itu’ dengan cara yang tepat agar cinta bisa semakin mengokohkan barisan dakwah, bukan malah merusak dan melemahkan barisan yang sudah kuat. Karena setetes tinta, rusak susu seEmber. Semoga kita tidak seperti kalimat tersebut, keberadaan dan sikap kita menjadi aib dan merusak barisan dakwah ini, menjadi penyebab citra buruk aktivis dakwah, dan menjadi penghambat kesuksesan dakwah. Igat akhi, kebanyakan orang hanya melihat sedikit sisi buruk dari kita tidak melihat segudang kebaikan kita. Karena itu KH. Rahmat Abdullah mengingatkan kita semua dengan kalimat berikut:

“Ingat selalu dua hal, kebaikan orang pada kita dan kesalahan kita pada orang lain
Lupakan selalu dua hal, kebaikan kita pada orang lain dan kesalahan orang lain pada kita.”

Semoga kalimat diatas akan memacu kita untuk terus menebar pesona kebaikan di jalan Ini, agar lingkungan kita, keluarga kita, sahabat kita, semakin hari berubah kearah yang lebih baik, minimal karena ajakan dan teladan yang kita berikan. Itulah sejatinya dakwah kita, perubahan kearah yang lebih baik.

Kupersembahkan tulisan ini untuk sahabatku para aktivis dakwah (kampus) yang sedang ataupun telah ter’merahjambukan’ hatinya karena cinta. Tenang kawan, itu fitrah dan sikapilah dengan tepat. Semoga Allah meridhoi apa yang kita lakukan untuk cinta, cinta yang telah dan selalu akan menaklukkan hati para pejuang dakwah.

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).”
QS an-Naazi’aat : 40-41


Surabaya, 16 Juli 2011

Tidak ada komentar: