Kamis, 28 Oktober 2010

Siapakah yang Lebih Asing...?




Saya tertatarik menulis tema ini ketika beberapa waktu lalu ada insiden yang membuat saya cukup tergelitik, mungkin juga anda (jika merasakannya). Sedikit saya ulas cerita tersebut. beberapa pekan yang lalu Lembaga Dakwah Jurusan (LDJ) kami mengadakan kegiatan kaderisasi tingkat 1 dan saya disana berperan sebagai pendamping teman2 panitia saja karena memang sudah pensiun dari kepengurusan periode lalu. ketika sudah H-2 ternyata kita belum dapat tempat yang memadai untuk kapasitas 80 orang, karena formulir yang tersebar kira-kira sebanyak itu, dan ini momen langka di jurusan kami. Akhirnya saya pun bantu mengontak sana sini, hingga dapat lah satu tempat yang cukup bagus di salah satu ruang jurusan Kimia FMIPA (yang sebelumnya digunakan SMT 1 JMMI ITS). Tapi untuk mendapatkan tempat itu butuh surat dan prosesnya langsung di jurusan. Akhirnya saya kasihkan cp salah satu teman di jurusan tersebut dan dia seorang akhwat kader JMMI.
singkat cerita, akhirnya semua masalah clear dan saat H-1 ada rapat teknis terakhir dan kebetulan saya hadir. Tak lama setelah itu salah satu temen “aktivis” 08 tanya kesaya, kira2 dialognya begini (dialog asli dengan bhs jawa):
fulan: mas, ini akhwat kimia sudah minjamkan ruang tapi belum ngasih kuncinya, bgmn?
Saya: yaudah, antum ambil aja ke akhwatnya. Tapi di hubungi dulu.
Fulan: Ok, mas. Tapi orangnya yang mana mas? Saya ga tau.
Saya: waduh, aku juga ga tau...
Fulan: ....** Tapi akhwatnya emang mau ditemui mas?
Saya: masa ga mau?
Fulan: mungkin aja mas, kemaren aja waktu ngasihkan surat (peminjaman ruangan) suruh ngasihkan lewat mading. Kayaknya akhwatnya ga mau ditemuin ya mas?
Saya: hmmmm....oh gitu ya.. mungkin aja (bingung jawab apa...?)
Fulan: emang kenapa mas ga mau ditemui?? Mereka takut sama kita ya mas...? masa sampe segitunya mas. Emangnya kita kaya apaan mas, sampe akhwat JMMI pada takut.
Saya: .......**
Dialog diatas adalah sebuah cuplikan yang benar2 terjadi dan ini realita kita. Mereka adik2 08 di jurusan memang bukan orang yang benar2 paham dakwah tapi mereka punya semangat untuk terus berbenah dan sebenarnya mereka juga membantu dakwah kita hanya saja mereka belum merasakannya (mungkin). Karena kebanyakan dari mereka suka bantu2 acara ke islman walaupun belum banyak tau bagaimana seharusnya dalam bersikap. Tapi setidaknya merekasudah punya keinginan yang kuat untuk terus berdakwah mengajak kebaikan. Mungkin pantas juga disebut aktivis dakwah.
Tapi realita yang lebih ekstrem lagi ialah mereka menganggap cara-cara kita asing bagi mereka krn menurut mereka tidak wajar/ langka dilakukan di tempat lain. Mungkin begitu juga kita ketika menanggapi cara2 mereka dalam bersikap, mereka begitu asing bagi kita karena cara yang dilakukan berbeda dengan kita, entah terlalu cair kah dalam berkomunikasi atau sebaliknya. Saya pun tidak tau siapa yang lebih asing..? mungkin tergantung siapa yang menanggapinya.
“islam datang dalam kondisi asing dan di akhir masa nanti akan kembali dalam kondisi asing pula”
Semoga ke asing-an tersebut bukan bagian dari ekslusifisme dalam berdakwah. Mari kita perbaiki cara kita bila ada yang kurang ahsan, dan mari kita perbaiki lingkungan kita jika ada yang belum baik. Karena hakikat dakwah ialah berusaha menjadikan sekitarnya lebih baik dalam persepsi Islam.

29 Oktober 2010

Tidak ada komentar: