Kamis, 01 Maret 2012

Belajar dari 'Ali bin Ibrahim Al-Naimi'

Sebuah kisah nyata seorang buruh rendahan yang menjadi insinyur yang sukses. Kisah yang diawali oleh kejadian menyakitkan namun akhirnya mengubah hidupnya secara dramatis. Suatu inspirasi untuk menjadi Insinyur yang berhasil.

Di sebuah perusahaan pertambangan minyak di Arab Saudi, di akhir tahun ’40-an. Seorang pegawai rendahan, remaja lokal asli Saudi, kehausan dan bergegas mencari air untuk menyiram tenggorokannya yang kering. Ia begitu gembira ketika melihat air dingin yang tampak di depannya dan bersegera mengisi air dingin ke dalam gelas. Belum sempat ia minum, tangannya terhenti oleh sebuah hardikan: “Hei, kamu tidak boleh minum air ini. Kamu cuma pekerja rendahan. Air ini hanya khusus untuk insinyur!” Suara itu berasal dari mulut seorang insinyur Amerika yang bekerja di perusahaan tersebut.
Remaja itu akhirnya hanya terdiam menahan haus. Ia tahu ia hanya anak miskin lulusan sekolah dasar. Kalaupun ada pendidikan yang dibanggakan, ia lulusan lembaga Tahfidz Quran, tapi keahlian itu tidak ada harganya di perusahaan minyak yang saat itu masih dikendalikan oleh manajeman Amerika. Hardikan itu selalu terngiang di kepalanya. Ia lalu bertanya-tanya: Kenapa ini terjadi padaku? Kenapa segelas air saja dilarang untukku? Apakah karena aku pekerja rendahan, sedangkan mereka insinyur? Apakah kalau aku jadi insinyur aku bisa minum air itu? Apakah aku bisa jadi insinyur seperti mereka?

Pertanyaan ini selalu tengiang-ngiang dalam dirinya. Kejadian ini akhirnya menjadi momentum baginya untuk bangkit membalas dendam. Akhirnya muncul komitmen dalam dirinya. Remaja miskin itu lalu bekerja keras siang hari dan melanjutkan sekolah malam hari. Hampir setiap hari ia kurang tidur untuk mengejar ketertinggalannya. Ia akhirnya bisa lulus SMA. Kerja kerasnya membuat perusahaan memberi kesempatan padanya untuk mendalami ilmu. Ia dikirim ke Amerika mengambil kuliah S1 bidang teknik dan master bidang geologi. Pemuda ini lulus dengan hasil sangat memuaskan, sehingga ia direkomendasi Profesornya untuk melanjutkan ke jenjang Doktoral. Hasilnya pun Summa Cum Laude.
Selanjutnya ia pulang ke negerinya dan bekerja sebagai teknisi ahli. Kini ia sudah menaklukkan dendamnya, kembali sebagai insinyur dan bisa minum air yang dulu dilarang baginya. Karirnya melonjak dari kepala bagian, kepala cabang, manajer umum sampai akhirnya ia menjabat sebagai wakil direktur. Sebuah jabatan tertinggi yang bisa dicapai oleh orang lokal saat itu. Insinyur Amerika yang dulu pernah mengusirnya, kini justru jadi bawahannya.
Suatu hari insinyur bule ini datang menghadap karena ingin minta izin libur dan berkata; “Saya ingin mengajukan izin liburan. Saya berharap Anda tidak mengaitkan kejadian air minum dimasa lalu dengan pekerjaan resmi ini. Saya berharap Anda tidak membalas dendam, atas kekasaran dan keburukan perilaku saya di masa lalu.” Dengan tenang sang wakil direktur, mantan pekerja rendahan ini berkata, “Aku ingin berterimakasih padamu dari lubuk hatiku paling dalam, karena kamu melarang aku minum saat itu. Ya memang dulu aku benci padamu. Tapi, setelah izin Allah, kamu lah sebab kesuksesanku hingga aku meraih sukses ini”
Mantan pegawai rendahan ini akhirnya menempati jabatan tertinggi di perusahaan tersebut. Ia menjadi Presiden Direktur pertama yang berasal dari bangsa Arab. Namanya Ali bin Ibrahim Al-Naimi. Berikut hasil pencarian di wikipedia mengenai deskripsinya.
”Ali bin Ibrahim Al-Naimi (born 1935) is the Saudi Arabian Minister of Petroleum and Mineral Resources. Al-Naimi joined Saudi Aramco as a young man and was educated in the United States at Lehigh University under the company’s educational program. He later earned his Master’s Degree in Geology at Stanford University. After joining Aramco in 1957 and began climbing up the managerial ladder, becoming the Supervisor for the Abqaiq Production Department in 1969. He was then promoted to Assistant Director, then Director of Production in the Northern Province in 1972. He then became Vice-President of Production Affairs in 1975, then Vice-President of Petroleum Affairs in 1978. Al Naimi was elected Member of Board of Directors in 1980 and was promoted to the newly created position of Executive Vice-President of Oil and Gas Affairs in 1981 overseeing all of Saudi Aramco’s core business. He was named President of Saudi Aramco in 1983 and was the first Saudi to hold that position. Later, after combining the presidency and chief executive position, he was named President and Chief Executive Officer. He became the Minister of Petroleum and Mineral Resources in 1995 and still holds that position. Ali I. Al-Naimi is a very highly respected head of the oil services of the country due to his wide experience within the industry. In 1995, as a result of his distinguished service at Aramco, Al-Naimi was appointed to the prestigious position of Saudi Minister of Petroleum and Mineral Resources.”

Suatu kejadian menyakitkan tentu akan membuat hati menjadi panas, lalu berbuah dendam. Dendam umumnya berujung pada hal negatif. Tapi dendam dapat diarahkan pada hal yang positif. Menjadi insinyur sejati perlu perjuangan, termasuk mengkonversi dendam negatif menjadi dendam positif yang memiliki energi potensial tinggi yang mampu mengantarkannya menembus kemustahilan.


5 komentar:

F. Shaumiyah mengatakan...

penghinaan dijadikan starter semangat meraih sukses.., ini baru org yg memiliki kelembutan hati :)

Muhammad A hasib mengatakan...

semoga bisa tertular pada kita, kaum muda.

Amanatul Jannah mengatakan...

Kagum luar biasa, patut buat jadi teladan

Unknown mengatakan...

Seseorang yang dihardik,mungkin saat ini kita hanya bisa dendam.Namun Tuan Ali malah melakukan dendam positif.Ini sangat luar biasa!!!.Hardikan si insinyur itu malah jadi inspirasi itu.Berarti apabila kita ingin sukses harus sakit dahulu baru bersenang kemudian

Unknown mengatakan...

Seseorang yang dihardik,mungkin saat ini kita hanya bisa dendam.Namun Tuan Ali malah melakukan dendam positif.Ini sangat luar biasa!!!.Hardikan si insinyur itu malah jadi inspirasi itu.Berarti apabila kita ingin sukses harus sakit dahulu baru bersenang kemudian